Selasa, 06 September 2011

AD ART IDI

1
ANGGARAN DASAR
IKATAN DOKTER INDONESIA
MUKADIMAH
Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia telah berhasil merebut
kemerdekaan dari kaum penjajah, maka setiap warga negara berkewajiban mengisi
kemerdekaan itu dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia menuju tercapainya
kehidupan rakyat yang sehat, adil dan makmur.
Dokter Indonesia sebagai warga bangsa yang ikut aktif dalam gerakan dan perjuangan
kemerdekaan, sadar akan hak dan kewajibannya serta peran dan tanggung jawabnya
kepada umat manusia dan bangsa, bertekad memberikan darma baktinya untuk
mewujudkan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam kehidupan
keprofesian.
Sesuai dengan visi universal terbentuknya organisasi profesi yang mengedepankan
pentingnya kemandirian dokter, maka dalam darma baktinya sebagai salah satu pilar pokok
pembangunan kesehatan, dokter Indonesia perlu meningkatkan peran advokasi kesehatan,
pelaku-pengubah (agent of change), dan profesionalisme dengan berpegang teguh pada
sumpah dokter dan kode etik kedokteran Indonesia, menuju kehidupan masyarakat yang
sehat dan sejahtera, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 45 pasal 28H ayat (1) yang
menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
Peran advokasi kesehatan, pelaku-pengubah (agent of change) dan profesionalisme dalam
kehidupan kemasyarakatan dapat terlaksana jika jiwa dan semangat persaudaraan dokterdokter
Indonesia yang terwujud sejak 1911 diteruskan dengan jalan menggalang seluruh
potensi yang dimiliki dalam satu organisasi.
Meyakini bahwa tujuan dan cita-cita organisasi hanya dapat dicapai atas petunjuk Tuhan
Yang Maha Esa disertai usaha-usaha teratur, terencana dan penuh kebijakan, digerakkan
dengan pedoman yang berbentuk anggaran dasar maka disusunlah Anggaran Dasar Ikatan
Dokter Indonesia sebagai berikut:
BAB I
NAMA, WAKTU, DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1
Organisasi ini bernama Ikatan Dokter Indonesia (The Indonesian Medical Association)
disingkat IDI
2
Pasal 2
IDI didirikan di Jakarta pada tanggal 24 Oktober 1950 untuk jangka waktu yang tidak ditentukan
dan berbadan hukum
Pasal 3
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia berkedudukan di Jakarta, Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia
BAB II
DASAR
Pasal 4
IDI berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945
BAB III
TUJUAN, MISI, NILAI DAN SIFAT
Pasal 5
Tujuan
Memadukan segenap potensi dokter di Indonesia, meningkatkan harkat, martabat, dan
kehormatan diri dan profesi dokter di Indonesia, mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan rakyat Indonesia
menuju masyarakat sehat dan sejahtera
Pasal 6
Misi
Untuk mencapai tujuan organisasi Ikatan Dokter Indonesia mempunyai misi:
a) Menjaga kehormatan, keluhuran, dan harkat serta martabat profesi kedokteran dengan
melaksanakan dan memelihara sumpah dokter dan kode etik kedokteran
b) Meningkatkan profesionalisme dokter
c) Meningkatkan mutu pendidikan profesi kedokteran, penelitian dan pengembangan ilmu
kedokteran, serta ilmu-ilmu yang berhubungan dengan itu
d) Meningkatkan kesadaran hukum, dan melaksanakan pembinaan serta pembelaan
anggota
3
e) Melaksanakan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan anggota
f) Meningkatkan peran advokasi dalam penentuan kebijakan kesehatan
g) Memberdayakan masyarakat dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatannya
h) Menjalin hubungan kerjasama dengan badan-badan lain, pemerintah atau swasta, di
dalam negeri atau di luar negeri .yang mempunyai tujuan yang sama atau selaras.
Pasal 7
Nilai
Ikatan Dokter Indonesia mempunyai nilai-nilai dasar:
a. Kemanusiaan
b. Profesionalisme
c. Kesejawatan
d. Hukum dan Etika
e. Keteladanan
f. Pengabdian
Pasal 8
Sifat
IDI adalah organisasi profesi kedokteran yang menghimpun para dokter di Indonesia,
bersifat independen, tidak berafiliasi dengan kekuatan politik dan ideologi manapun yang
dilandasi oleh Pancasila, UUD 1945 ,Sumpah Dokter serta Kode Etik Kedokteran Indonesia.
BAB IV
STATUS DAN FUNGSI
Pasal 9
Status
Ikatan Dokter Indonesia merupakan satu-satunya organisasi profesi kedokteran di Indonesia
Pasal 10
Fungsi
Ikatan Dokter Indonesia berfungsi sebagai:
1. Pemersatu;
2. Pemberdaya;
3. Pembina dan Pengayom ;
bagi dokter di Indonesia serta berperan sebagai advokator untuk penentuan kebijakan
kesehatan
4
BAB V
KEANGGOTAAN
Pasal 11
Anggota terdiri dari :
1. Anggota Muda
2. Anggota Biasa
3. Anggota Luar Biasa
4. Anggota Kehormatan
BAB VI
STRUKTUR ORGANISASI
Pasal 12
Kekuasaan
Kekuasaan tertinggi organisasi berada pada muktamar, musyawarah wilayah, dan musyawarah
anggota cabang, sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 13
Kepengurusan
1. Tingkat Pusat :
a. Terdiri dari Pengurus Besar IDI, Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI),
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dan Majelis Pengembangan Pelayanan
Keprofesian (MPPK) yang masing-masing memiliki wewenang dan tanggung jawab
sesuai tugasnya.
b. Dalam menyelenggarakan tugasnya, kepemimpinan di tingkat pusat berkoordinasi
secara terintegrasi melalui Musyawarah Pimpinan Pusat (MPP) yang terdiri dari
Ketua Umum Pengurus Besar IDI, Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia
(MKKI), Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), dan Ketua Majelis
Pengembangan Pelayanan Keprofesian (MPPK). Musyawarah Pimpinan Pusat
(MPP) dipimpin oleh Ketua Umum Pengurus Besar IDI.
c. Pengurus Besar IDI adalah pimpinan organisasi IDI di tingkat pusat, yang
melaksanakan kegiatan eksekutif tertinggi organisasi dan bertanggung jawab untuk
dan atas nama organisasi.
d. Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) adalah salah satu unsur pimpinan di
tingkat pusat yang berperan dan bertanggung-jawab untuk mengkoordinasikan
kegiatan internal organisasi dalam bidang pendidikan kedokteran.
e. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) adalah salah satu unsur pimpinan di
tingkat pusat yang berperan dan bertanggung-jawab untuk mengkoordinasikan
kegiatan internal organisasi dalam bidang etika kedokteran.
5
f. Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian (MPPK) adalah salah satu unsur
pimpinan di tingkat pusat yang berperan dan bertanggung jawab untuk
mengkoordinasikan kegiatan internal organisasi dalam bidang pengembangan
pelayanan keprofesian yang bermutu.
2. Tingkat Wilayah :
Terdiri dari Pengurus Wilayah, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran, perwakilan Majelis
Kolegium Kedokteran Indonesia, Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian.
3. Tingkat Cabang:
Terdiri dari Pengurus Cabang dan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
Pasal 14
Badan Kelengkapan
Badan Kelengkapan adalah badan yang dibentuk oleh pengurus besar, wilayah atau
cabang, yang terdiri dari:
1. Biro Hukum dan Pembinaan/Pembelaan Anggota (BHP2A).
2. Badan Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (BPPKB).
Pasal 15
Badan Khusus
Badan Khusus adalah badan yang dibentuk oleh pengurus besar, wilayah atau cabang,
untuk melaksanakan amanat muktamar, musyawarah wilayah, musyawarah cabang,
dan/atau tugas khusus lainnya.
BAB VII
PERBENDAHARAAN
Pasal 16
Kekayaan IDI diperoleh dari :
1. Uang pangkal.
2. Iuran Anggota.
3. Pengumpulan dana abadi.
4. Sumbangan anggota dan usaha-usaha lain yang sah dan tidak mengikat.
6
BAB VIII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 17
Perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga hanya dapat dilakukan oleh muktamar
BAB IX
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 18
Pembubaran organisasi hanya dapat dilakukan oleh muktamar yang diadakan khusus untuk
itu, atas usul dari sekurang-kurangnya setengah jumlah cabang.
BAB X
PENGESAHAN
Pasal 19
Pengesahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga ditetapkan pada muktamar
BAB XI
ATURAN TAMBAHAN
Pasal 20
1. Hal-hal yang belum diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga akan diatur
dalam peraturan-peraturan PB IDI
2. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta semua peraturan PB IDI tidak boleh
bertentangan dengan perundangan yang berlaku.
7
ANGGARAN RUMAH TANGGA
IKATAN DOKTER INDONESIA
BAB I
KEANGGOTAAN
Bagian I
Anggota
Pasal 1
1. Anggota muda adalah sarjana kedokteran, warga negara Indonesia yang berijazah dan
diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia.
2. Anggota biasa adalah dokter warga negara Indonesia yang berijazah yang diakui oleh
Pemerintah Republik Indonesia
3. Anggota luar biasa adalah dokter warga negara asing yang bekerja di Indonesia dan
telah teregistrasi oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)
4. Anggota kehormatan adalah seseorang yang telah berjasa pada Ikatan Dokter
Indonesia, pada bidang kedokteran dan/atau kesehatan.
Bagian II
Tata Cara Penerimaan
Pasal 2
1. Penerimaan anggota muda dan anggota biasa dilakukan oleh pengurus cabang
setempat melalui pendaftaran tertulis dan pernyataan persetujuan terhadap AD/ART
IDI. Bila belum ada IDI Cabang ditempat calon anggota, pendaftaran dilakukan melalui
IDI Cabang terdekat.
2. Penerimaan anggota luar biasa dilakukan oleh IDI cabang melalui pendaftaran tertulis,
pernyataan persetujuan terhadap AD/ART IDI. Ketentuan lebih lanjut akan diatur
tersendiri.
3. Anggota kehormatan diusulkan oleh pengurus IDI yang penilaiannya dilakukan oleh tim
yang dibentuk khusus terdiri dari pengurus besar, pengurus wilayah, dan/atau pengurus
cabang yang mengusulkannya. Pengesahan sebagai anggota kehormatan dilakukan di
forum muktamar.
8
Bagian III
Kewajiban dan Hak
Pasal 3
Hak Anggota
1. Anggota muda, anggota luar biasa, dan anggota kehormatan berhak mempunyai
kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri, mengeluarkan pendapat,
mengajukan usul, pertanyaan lisan atau tertulis kepada pengurus, dan mengikuti semua
kegiatan organisasi tetapi tidak mempunyak hak memilih dan dipilih.
2. Anggota biasa berhak mempunyai kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri,
mengeluarkan pendapat, mengajukan usul atau pertanyaan dengan lisan, dan atau
tertulis kepada pengurus IDI Cabang, mengikuti semua kegiatan organisasi dan
memiliki hak memilih dan dipilih serta mendapatkan pembinaan, sesuai dengan
ketentuan organisasi.
3. Tiap anggota berhak mendapat perlindungan dan pembelaan dalam melaksanakan
tugas IDI dan/atau profesinya.
4. Tiap anggota berhak mendapatkan manfaat dari upaya organisasi profesi untuk
mensejahterakan anggotanya.
Pasal 4
Kewajiban Anggota
1. Anggota biasa dan anggota luar biasa berkewajiban menjunjung tinggi dan
mengamalkan sumpah dokter dan kode etik kedokteran Indonesia, mematuhi anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga,ketentuan IDI dan peraturan yang berlaku serta
selalu menjaga dan mempertahankan kehormatan IDI dan membayar uang pangkal dan
iuran anggota.
2. Anggota muda dan anggota kehormatan berkewajiban mematuhi anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga dan segala peraturan dan keputusan IDI, serta selalu menjaga
dan mempertahankan kehormatan IDI.
Bagian IV
Rangkap Anggota dan Rangkap Jabatan
Pasal 5
1. Dalam keadaan tertentu anggota/pengurus IDI dapat merangkap menjadi anggota dan/
atau rangkap jabatan pada organisasi lain sepanjang tidak bertentangan dengan
kehormatan dan tradisi luhur kedokteran serta tidak mengganggu tugasnya.
2. Ketua Umum PB IDI, Ketua IDI Wilayah, Ketua IDI Cabang dan Ketua Perhimpunan
Pusat tidak boleh saling merangkap.
9
Pasal 6
Penilaian dan pemberian sanksi terhadap anggota IDI yang merangkap menjadi anggota
atau rangkap jabatan pada organisasi lain yang melakukan perbuatan bertentangan
dengan kehormatan dan tradisi luhur kedokteran dilakukan oleh Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran.
Bagian V
Kehilangan Keanggotaan
Pasal 7
1. Anggota dinyatakan kehilangan keanggotaannya karena meninggal dunia, atas
permintaan sendiri, atau diberhentikan.
2. Pemberhentian atas permintaan sendiri hanya dapat dilakukan dengan pemberitahuan
secara tertulis kepada pengurus cabang asal sekurang-kurangnya satu bulan
sebelumnya.
Bagian VI
Skorsing dan Pemberhentian
Pasal 8
1. Anggota dapat diskors atau diberhentikan karena:
a. Bertindak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan IDI.
b. Bertindak merugikan atau mencemarkan nama baik IDI.
2. Tata cara skorsing dan/atau pemberhentian dan tata cara pembelaan akan diatur dalam
ketentuan dan peraturan tersendiri
BAB II
STRUKTUR ORGANISASI
A. STRUKTUR KEKUASAAN
Bagian VII
Muktamar
Pasal 9
Status
1. Muktamar merupakan forum pengambil keputusan tertinggi organisasi.
2. Muktamar adalah musyawarah nasional dokter Indonesia yang diwakili oleh utusan cabang,
dan diberi nama “Muktamar Dokter Indonesia”.
3. Muktamar diadakan sekali dalam tiga tahun yang dilaksanakan pada akhir
kepengurusan.
10
4. Peserta muktamar terdiri dari pengurus besar, pengurus wilayah, pengurus cabang,
Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI), Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
(MKEK) dan Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian (MPPK).
5. Utusan cabang ditunjuk oleh rapat khusus yang dilaksanakan oleh IDI cabang.
6. Utusan cabang menampung aspirasi dokter-dokter dan masyarakat yang berada di
daerah tempat cabang berada, untuk disampaikan pada Muktamar Dokter Indonesia.
7. Dalam keadaan luar biasa muktamar dapat diselenggarakan sewaktu-waktu atas inisiatif
satu cabang dan mendapat persetujuan lebih dari 50% jumlah cabang.
8. Muktamar menyelenggarakan sidang organisasi dan juga dapat melaksanakan sidang
ilmiah
Pasal 10
Tugas dan Wewenang
1. Sidang Pleno
a. Menetapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, pedoman-pedoman pokok
dan garis-garis besar haluan organisasi, kebijakan strategis nasional serta program
kerja nasional IDI.
b. Menilai pertanggung-jawaban Ketua PB IDI, Ketua MKEK, Ketua MKKI dan Ketua
MPPK mengenai amanat yang diberikan oleh muktamar sebelumnya.
c. Memilih ketua pengurus besar terpilih dan apabila ketua terpilih periode sebelumnya
tidak dapat menjalankan tugas sebagai ketua umum maka muktamar memilih ketua
umum yang baru.
d. Mengukuhkan Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) yang dipilih
oleh Sidang Khusus MKKI.
e. Mengukuhkan Ketua Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian (MPPK) yang
dipilih oleh Sidang Khusus MPPK.
f. Mengukuhkan Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang dipilih oleh
Sidang Khusus MKEK.
g. Mengukuhkan ketua terpilih pada muktamar sebelumnya menjadi ketua.
h. Mengukuhkan, menon-aktifkan atau membubarkan perhimpunan dalam lingkungan
IDI.
i. Menetapkan tiga calon tempat pelaksanaan muktamar IDI berikutnya yang
memenuhi persyaratan untuk itu.
j. Menetapkan tempat pelaksanaan musyawarah kerja nasional dan muktamar IDI
berikutnya yang memenuhi persyaratan.
k. Mengesahkan anggota kehormatan IDI.
2. Sidang Khusus
a. Memilih Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), Ketua Majelis Kolegium
Kedokteran Indonesia (MKKI) dan Ketua Majelis Pengembangan Pelayanan
Keprofesian (MPPK), untuk kemudian dikukuhkan sebagai ketua pada Sidang Pleno
Muktamar.
b. Menetapkan pedoman-pedoman pokok, kebijakan strategis dan program kerja
nasional majelis-majelis.
11
Pasal 11
Tata Tertib
1. Pengurus besar adalah penanggung jawab penyelenggaraan muktamar.
2. Muktamar dihadiri oleh utusan cabang selaku peserta utusan, pengurus besar, MKEK,
MKKI, MPPK, pengurus wilayah, peserta sidang-sidang khusus, dan undangan
Pengurus Besar IDI adalah peserta peninjau
3. Sidang-sidang khusus adalah sidang-sidang MKEK, MKKI, MPPK.
4. Peserta sidang khusus menjadi peserta utusan di sidang khusus tersebut.
5. Jumlah peserta peninjau ditetapkan pengurus besar.
6. Peserta undangan tidak mempunyai hak bicara dan hak suara
7. Mekanisme pengambilan keputusan dalam muktamar dilaksanakan dalam sidang pleno
dan sidang khusus.
8. Tata tertib sidang pleno :
a. Peserta sidang pleno adalah peserta utusan dengan mandat resmi yang mempunyai
hak bicara dan hak suara sedangkan peserta peninjau hanya mempunyai hak
bicara.
b. Banyaknya suara peserta utusan cabang dalam muktamar menggunakan acuan
sebagai berikut :
1) sampai dengan 50 anggota: 1 suara.
2) sampai dengan 100 anggota: 2 suara.
3) sampai dengan 300 anggota: 3 suara.
4) sampai dengan 500 anggota: 4 suara.
5) sampai dengan 700 anggota: 5 suara.
6) dan seterusnya, dengan jumlah maksimal sebanyak 10 suara.
c. Sidang Pleno Muktamar dipimpin oleh tiga orang presidium yang dipilih dari peserta,
dan oleh peserta.
d. Sidang pengesahan kuorum, pembahasan dan pengesahan agenda acara, tata tertib
sidang, dan pemilihan pimpinan sidang pleno muktamar dipimpin oleh panitia
pengarah muktamar.
e. Muktamar baru dinyatakan sah bila dihadiri lebih dari 50% jumlah cabang yang hadir
pada saat perhitungan kuorum.
f. Apabila ayat 8.e. tidak terpenuhi maka muktamar diundur paling lama 1x24 jam dan
setelah itu muktamar dianggap sah.
g. Setelah laporan pertanggungjawaban pengurus besar diterima oleh muktamar, yang
didahului oleh laporan majelis-majelis maka pengurus besar dinyatakan demisioner.
9. Tata tertib sidang khusus :
a. Peserta sidang khusus adalah peserta peninjau muktamar dari unsur majelis, yang
dengan mandat resmi dari unsur-unsur majelis bersangkutan, mempunyai hak bicara
dan hak suara, sedangkan pengurus besar IDI, pengurus wilayah dan utusan cabang
dengan mandat resmi hanya mempunyai hak bicara.
b. Penanggung jawab Sidang Khusus Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia adalah
Ketua MKKI, penanggung jawab Sidang Khusus Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
adalah Ketua MKEK penanggung-jawab Sidang Khusus Majelis Pengembangan
Pelayanan Keprofesian adalah Ketua MPPK.
12
c. Sidang khusus dipimpin oleh ketua sidang yang dibantu oleh sekretaris sidang, yang
dipilih dari dan oleh peserta yang mempunyai hak bicara dan hak suara. Sidang
pengesahan kuorum, pembahasan agenda acara, tata-tertib sidang, dan pemilihan
pimpinan sidang khusus, dipimpin oleh penanggung jawab sidang khusus.
d. Peserta sidang khusus Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia terdiri dari utusan unsur
Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia, yaitu terdiri dari utusan kolegium yang masingmasing
memiliki satu hak suara.
e. Peserta Sidang Khusus Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian terdiri dari
unsur Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian, yaitu tediri dari :
1) Utusan Perhimpunan Dokter Pelayanan Primer (PDPP) : satu perhimpunan satu
suara.
2) Utusan PDSp : - sampai dengan 500 dokter spesialis 1 suara.
- diatas 500 dokter spesialis 2 suara.
3) Utusan PDSm : satu PDSm satu suara.
4) Utusan Perhimpunan dalam Badan Kajian ; satu perhimpunan satu suara.
f. Peserta Sidang Khusus Majelis Kehormatan Etik Kedokteran terdiri dari utusan MKEK
Pusat, MKEK Wilayah, dan MKEK Cabang. Utusan MKEK Wilayah masing-masing
mempunyai satu hak suara, sedangkan MKEK Pusat dan MKEK Cabang hanya
mempunyai hak bicara.
Bagian VIII
Musyawarah Wilayah (Muswil)
Pasal 12
Status
1. Musyawarah wilayah (muswil) merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi di
tingkat wilayah.
2. Muswil adalah musyawarah utusan cabang-cabang dalam satu wilayah.
3. Muswil diadakan sekali dalam tiga tahun yang dilakukan menjelang akhir masa jabatan
4. Dalam keadaan luar biasa muswil dapat diadakan sewaktu-waktu atas usul atau inisiatif
satu cabang dan mendapat persetujuan lebih dari 50% jumlah cabang yang ada dalam
wilayah tersebut.
5. Diantara musyawarah wilayah, pengurus wilayah dapat melaksanakan rapat kerja
wilayah, yang dimaksudkan untuk menilai dan kemudian memperbaiki/ mengadaptasi
pelaksanaan program kerja pengurus wilayah.
Pasal 13
Tugas dan Wewenang
1. Menilai pertanggung-jawaban pengurus wilayah mengenai amanat yang diberikan oleh
muswil sebelumnya.
2. Menetapkan garis besar program kerja wilayah dengan berpedoman pada kebijakan
operasional organisasi dan ketetapan muktamar IDI.
13
3. Memilih dan menetapkan ketua pengurus IDI wilayah, Ketua MKEK Wilayah, Ketua
MPPK Wilayah.
Pasal 14
Tata Tertib
1. Pengurus wilayah adalah penanggung jawab penyelenggaraan muswil; utusan cabang
adalah peserta; sedangkan badan kelengkapan IDI yang lain hanya sebagai peninjau.
2. Muswil dihadiri oleh utusan cabang, pengurus wilayah, pengurus besar, majelis-majelis,
badan kelengkapan, dan undangan lainnya.
3. Peserta dengan mandat resmi mempunyai hak bicara dan hak suara, sedangkan peserta
lainnya hanya mempunyai hak bicara.
4. Banyaknya suara cabang dalam muswil, tatacara pemilihan ketua IDI wilayah serta tata
cara penetapan Ketua MPPK wilayah dan Ketua MKEK Wilayah disesuaikan dengan
ketentuan muktamar.
5. Apabila ayat 4. tidak terpenuhi maka muswil diundur paling lama 1 x 24 jam dan setelah
itu muswil dianggap sah.
6. Setelah laporan pertanggungjawaban pengurus wilayah diterima oleh muswil, maka
pengurus wilayah dinyatakan demisioner.
7. Apabila enam bulan setelah habis masa bakti periode kepengurusan dan telah minimal
tiga kali diingatkan untuk mengadakan musyawarah wilayah tetapi pengurus wilayah
tidak melakukan musyawarah wilayah maka pengurus besar segera menunjuk tim
caretaker yang terdiri dari satu orang pengurus besar, satu orang dari unsur pengurus
wilayah yang telah kadaluarsa dan satu orang dari unsur pengurus cabang dimana
wilayah tersebut berkedudukan untuk menyelenggarakan musyawarah wilayah
Bagian IX
Musyawarah Anggota Cabang
Pasal 15
Status
1. Musyawarah anggota cabang merupakan pengambilan keputusan tertinggi pada tingkat
cabang.
2. Musyawarah anggota cabang adalah rapat para anggota, yang dihadiri oleh pengurus
wilayah, dan dapat dihadiri dokter bukan anggota IDI sebagai peninjau atas undangan
penanggung-jawab musyawarah anggota cabang.
3. Musyawarah anggota cabang dilaksanakan sekurang-kurangnya sekali dalam tiga tahun,
diselenggarakan di akhir kepengurusan
4. Dalam keadaan luar biasa musyawarah anggota cabang dapat diadakan sewaktu-waktu
atas usul atau inisiatif tiga orang anggota dan mendapat persetujuan lebih dari 50%
jumlah anggota biasa yang ada.
5. Apabila enam bulan setelah habis masa bakti periode kepengurusan dan telah minimal
tiga kali diingatkan untuk mengadakan musyawarah anggota cabang tetapi pengurus
14
cabang tidak melakukan musyawarah cabang maka pengurus wilayah segera menunjuk
tim caretaker yang terdiri dari satu orang pengurus wilayah, satu orang pengurus cabang
yang telah kadaluarsa dan salah seorang anggota IDI cabang, untuk menyelenggarakan
musyawarah anggota cabang. Apabila IDI wilayah tidak dapat melaksanakan, maka PB
IDI akan mengambil alih tugas idi wilayah
Pasal 16
Tugas dan Wewenang
1. Menilai pertangungjawaban pengurus cabang mengenai pelaksanaan amanat musyawarah
anggota cabang.
2. Menetapkan program kerja cabang dengan tetap berpedoman kepada kebijakan
operasional yang telah ditetapkan dalam muswil dan pada garis besar haluan organisasi
serta program kerja nasional yang ditetapkan oleh muktamar.
3. Memilih ketua pengurus cabang dan ketua MKEK cabang untuk periode berikutnya.
Pasal 17
Tata Tertib
1. Penanggung jawab penyelenggaraan musyawarah anggota cabang adalah pengurus
cabang
2. Musyawarah anggota cabang dihadiri oleh peserta musyawarah anggota cabang dan
Pengurus IDI Wilayah serta undangan.
3. Anggota biasa adalah peserta musyawarah cabang yang mempunyai hak suara dan hak
bicara.
4. Anggota muda, anggota luar biasa, anggota kehormatan serta dokter bukan anggota IDI
atas undangan pengurus cabang adalah peninjau yang mempunyai hak bicara tetapi tidak
mempunyai hak suara.
5. Jumlah peserta peninjau ditetapkan oleh pengurus cabang
6. Sidang musyawarah anggota cabang dipimpin oleh tiga orang presidium yang dipilih dari
peserta dan oleh peserta. Sidang pembahasan dan pengesahan agenda acara, tata
tertib serta sidang pemilihan pimpinan sidang dipimpin oleh ketua panitia pengarah
musyawarah anggota cabang.
7. Musyawarah anggota cabang baru dinyatakan sah bila dihadiri lebih dari 50% atau
setengah jumlah anggota biasa.
8. Apabila ayat 7 tidak terpenuhi maka musyawarah cabang diundur paling lama 1 x 24
jam dan setelah itu musyawarah anggota cabang dianggap sah.
9. Setelah laporan pertanggungjawaban pengurus cabang diterima oleh musyawarah
anggota cabang, maka pengurus cabang dinyatakan demisioner.
15
Bagian X
Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas)
Pasal 18
Status
a. Musyawarah kerja nasional (mukernas) adalah rapat yang dihadiri oleh segenap perangkat
organisasi dari tingkat pusat dan tingkat wilayah.
b. Mukernas diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam periode kepengurusan Pengurus
Besar Ikatan Dokter Indonesia.
c. Dalam keadaan luar biasa mukernas dapat diadakan sewaktu-waktu atas usul pengurus
besar dan atau pengurus wilayah dan mendapat persetujuan lebih dari 50% dari jumlah
wilayah.
d. Tempat pelaksanaan Mukernas ditetapkan di muktamar
Pasal 19
Tugas dan Wewenang
1. Menilai pelaksanaan program kerja nasional yang diamanatkan muktamar,
menyempurnakan dan memperbaikinya untuk dilaksanakan pada sisa periode
kepengurusan selanjutnya.
2. Mengadakan pembicaraan pendahuluan tentang bahan-bahan muktamar yang akan
datang.
Pasal 20
Tata Tertib
1. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia adalah penanggung-jawab penyelenggaraan
mukernas, pengurus IDI Wilayah dimana mukernas diadakan menjadi penanggungjawab
teknis pelaksanaan.
2. Mukernas dihadiri oleh seluruh perangkat organisasi yang terdiri dari pengurus besar,
Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia beserta ketua-ketua seluruh unsur-unsurnya,
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran beserta ketua-ketua seluruh unsur-unsurnya, Majelis
Pengembangan Pelayanan Keprofesian beserta ketua-ketua seluruh unsur-unsurnya,
pengurus wilayah, pengurus cabang dimana mukernas dilaksanakan, dan undangan dari
Musyawarah Pimpinan Pusat IDI.
3. Sidang-sidang mukernas terdiri dari sidang pleno mukernas dan sidang khusus mukernas
yaitu sidang khusus mukernas MKKI, MKEK dan MPPK.
4. Sidang pleno mukernas dipimpin oleh ketua pengurus besar, sidang-sidang khusus
mukernas dipimpin oleh para ketua majelis yang bersangkutan.
16
Bagian XI
Musyawarah Pimpinan Pusat
Pasal 21
Status
1. MPP adalah musyawarah antara pengurus besar, MKEK, MKKI dan MPPK.
2. MPP dipimpin oleh Ketua Umum PB IDI
3. Rapat MPP diadakan minimal sekali dalam tiga bulan.
4. Sesuai dengan kebutuhan rapat MPP dapat diadakan sewaktu-waktu atas usul
Pengurus besar, MKEK, MKKI atau MPPK.
Pasal 22
Tugas dan Wewenang
1. Memantau pelaksanaan program dalam bidang etika, pendidikan dan pengembangan
keprofesian.
2. Mengembangkan dan menetapkan kebijakan-kebijakan strategis organisasi yang
berskala nasional dalam bidang etika, pendidikan dan pengembangan pelayanan
keprofesian.
Pasal 23
Tata Tertib
1. MPP dipimpin oleh Ketua Umum Pengurus Besar IDI.
2. Keputusan dalam MPP diambil berdasarkan musyawarah dan mufakat.
B. STRUKTUR KEPEMIMPINAN
Bagian XII
Pengurus Besar
Pasal 24
Status
1. Instansi kepemimpinan tertinggi organisasi yang mengurus dan melaksanakan
kebijakan-kebijakan strategis dan operasional yang bersifat nasional yang diputuskan
dalam muktamar.
2. Bertanggungjawab untuk dan atas nama organisasi.
3. Dalam melaksanakan kebijakan strategis yang berskala nasional, ketua umum dibantu
oleh majelis-majelis sesuai dengan tanggung jawab masing-masing majelis.
17
4. Dalam melaksanakan kebijakan operasional yang berskala nasional, pengurus besar
dibantu oleh badan-badan kelengkapan, badan-badan khusus, komite-komite tetap dan
ad-hoc, yang dibentuk untuk tujuan tersebut.
5. Periode kepengurusan adalah tiga tahun.
6. Seorang anggota IDI hanya diperboleh-kan menjadi ketua umum maksimal dua kali
masa kepengurusan.
7. Ketua terpilih dalam suatu muktamar duduk sebagai wakil ketua umum dalam periode
setelah muktamar tersebut. Pada periode berikutnya yang bersangkutan akan
dikukuhkan menjadi ketua umum.
8. Apabila ketua terpilih tidak dapat melaksanakan tugasnya maka jabatan ketua terpilih
dikosongkan dan muktamar berikutnya memilih ketua umum dan ketua terpilih yang
baru.
Pasal 25
Personalia Pengurus Besar
1. Personalia kepengurusan sekurang-kurangnya terdiri dari ketua umum, wakil ketua
umum, ketua-ketua bidang, sekretaris jenderal, wakil sekretaris jenderal, sekretarissekretaris
bidang, bendahara umum, wakil bendahara umum dan beberapa departemen
yang secara bersama-sama melaksanakan kegiatan secara kolektif.
2. Yang dapat menjadi pengurus besar adalah anggota biasa yang pernah menjadi
pengurus cabang atau anggota biasa yang mempunyai komitmen terhadap visi dan misi
IDI.
3. Masa jabatan ketua umum maksimal dua kali masa kepengurusan.
Pasal 26
Tugas dan Wewenang
1. Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta keputusan yang
telah ditetapkan muktamar.
2. Mengumumkan kepada seluruh pengurus wilayah dan pengurus cabang yang
menyangkut pengambilan keputusan organisasi ataupun perubahan keputusan
muktamar dan kemudian mempertanggungjawabkan kepada muktamar berikutnya.
3. Membina hubungan yang baik dengan semua aparat yang ada, pemerintah maupun
swasta didalam ataupun diluar negeri, khususnya dengan aparat yang berhubungan
dengan dunia kesehatan dan kedokteran.
4. Mensosialisasikan penjabaran program sesuai ketetapan muktamar kepada seluruh
pengurus wilayah dan pengurus cabang.
5. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada anggota melalui forum muktamar.
6. Menyelenggarakan muktamar pada akhir periode.
7. Menyiapkan draft materi muktamar melalui forum mukernas.
8. Mengesahkan pengurus wilayah, pengurus cabang, pengurus perhimpunan tingkat pusat
dan kolegiumnya serta perangkat/pengurus organisasi tingkat pusat.
18
Pasal 27
Tata Cara Pengelolaan
1. Ketua umum yang telah dikukuhkan oleh muktamar mengumumkan susunan
kepengurusannya didepan sidang pleno muktamar.
2. Pengurus besar menjalankan tugas segera setelah dilakukan serah terima dengan
pengurus besar demisioner pada akhir pelaksanaan muktamar.
3. Pelantikan pengurus besar harus telah dilakukan paling lambat dalam waktu
30 hari setelah muktamar.
4. Untuk menyelenggarakan kegiatannya pengurus besar harus mengadakan rapat-rapat
berupa mukernas, rapat pleno diperluas, rapat pleno terbatas serta rapat pengurus
harian tetap.
5. Rapat pleno diperluas dihadiri oleh pengurus besar, majelis-majelis, badan-badan
kelengkapan, pengurus wilayah, pengurus cabang dimana rapat tersebut diadakan.
6. Rapat pleno diperluas dilaksanakan sekurang-kurangnya tiga kali dalam satu periode
kepengurusan.
7. Rapat pleno terbatas dihadiri oleh segenap pengurus besar dan dilaksanakan sekurangkurangnya
sekali dalam satu bulan.
8. Rapat pengurus harian dihadiri oleh seluruh aparat pengurus besar dan diadakan setiap
kali diperlukan
Pasal 28
Tata cara pengelolaan administrasi dan keuangan
1. Menyelenggarakan administrasi keanggotaan yang dikelola oleh unit khusus yang
bertugas untuk mendaftar, mendata, menyimpan dan mengelola potensi dasar anggota.
2. Menyelenggarakan administrasi kesekretariatan, yang berfungsi sesuai dengan beban
kerja organisasi yang dipimpin oleh seorang sekretaris eksekutif dan bertanggung jawab
langsung kepada Sekretaris Jenderal PB IDI.
3. Menyelenggarakan administrasi keuangan sesuai dengan tata cara serta tata kelola
keuangan yang transparan dan akuntabilitas dan dipimpin oleh seorang kepala bagian
keuangan yang bertanggung jawab langsung kepada Bendahara Umum PB IDI.
4. Menyelenggarakan audit yang dilaksanakan oleh satuan pengawas internal secara
berkala dan bertanggung jawab langsung kepada Ketua Umum PB IDI.
5. Satuan pengawas internal terdiri dari personalia pengurus besar yang memiliki latar
belakang pendidikan ekonomi dan/atau berpengalaman pada bidang pengelolaan
keuangan.
6. Membuat laporan keuangan tahunan yang diaudit oleh akuntan publik.
19
Bagian XIII
Majelis Majelis
Pasal 29
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK)
1. Status
a. MKEK adalah badan otonom IDI yang bertanggung jawab mengkoordinasi kegiatan
internal organisasi dalam pengembangan kebijakan, pembinaan pelaksanaan dan
pengawasan penerapan etika kedokteran
b. Dalam hal pengembangan dan pelaksaaan kebijakan yang bersifat nasional dan
strategis, MKEK wajib mendapat persetujuan dalam forum Musyawarah Pimpinan
Pusat.
c. MKEK dibentuk pada tingkat pusat, wilayah, dan cabang.
d. MKEK di tingkat cabang dibentuk apabila dianggap perlu atas pertimbangan dan
persetujuan dari MKEK wilayah.
e. MKEK bertanggung jawab kepada muktamar musyawarah wilayah dan musyawarah
cabang sesuai dengan tingkat kepengurusan
f. Masa jabatan MKEK sama dengan PB IDI
g. Kepengurusan MKEK sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota
h. MKEK wilayah dan cabang mengadakan koordinasi dengan pengurus wilayah dan
pengurus cabang, sesuai dengan tingkat kepengurusan.
2. Tugas dan wewenang
a. Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta semua
keputusan yang ditetapkan muktamar.
b. Melakukan tugas bimbingan, pengawasan dan penilaian dalam pelaksanaan etik
kedokteran, termasuk perbuatan anggota yang melanggar kehormatan dan tradisi
luhur kedokteran.
c. Memperjuangkan agar etik kedokteran dapat ditegakkan di Indonesia.
d. Memberikan usul dan saran diminta atau tidak diminta kepada pengurus besar,
pengurus wilayah dan pengurus cabang, serta kepada Majelis Kolegium Kedokteran
Indonesia.
e. Membina hubungan baik dengan majelis atau instansi yang berhubungan dengan
etik profesi, baik pemerintah maupun organisasi profesi lain.
f. Bertanggung jawab kepada muktamar, musyawarah wilayah dan musyawarah
cabang.
3. Tatacara Pengelolaan
a. Ketua MKEK dipilih dan ditetapkan dalam muktamar, musyawarah wilayah dan
musyawarah cabang.
b. Pengurus MKEK adalah anggota biasa.
c. Ketua MKEK tingkat pusat dipilih dalam sidang khusus MKEK di muktamar dan
dikukuhkan dalam sidang pleno muktamar.
d. MKEK segera menjalankan tugas-tugasnya setelah selesainya muktamar, musyawarah
wilayah, dan musyawarah cabang.
20
e. MKEK dapat melakukan kegiatan atas inisiatif sendiri ataupun atas usul serta
permintaan.
f. MKEK mengadakan pertemuan berkala sesama pengurus ataupun dengan pihak lain
yang ditentukan sendiri oleh MKEK.
Pasal 30
Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI)
1. Status
a. MKKI adalah badan otonom IDI di tingkat pusat, yang bertanggung jawab kepada
sidang khusus muktamar.
b. MKKI bertanggung-jawab mengkoordinasi kegiatan internal organisasi dalam
pengembangan kebijakan, pembinaan pelaksanaan dan pengawasan penerapan sistem
pendidikan profesi kedokteran.
c. Dalam hal pengembangan dan pelaksanaan kebijakan yang bersifat nasional dan
strategis, MKKI wajib mendapat persetujuan dalam forum Musyawarah Pimpinan Pusat.
d. MKKI dapat membentuk perwakilan MKKI di tingkat wilayah.
e. Masa jabatan MKKI sama dengan PB IDI.
f. Personalia Kepengurusan MKKI berasal perwakilan terdiri dari ketua-ketua kolegiumkolegium.
g. Personalia kepengurus MKKI disesuaikan dengan kebutuhan organisasi.
2. Tugas dan wewenang
a. Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta semua
keputusan yang ditetapkan muktamar.
b. Mempunyai kewenangan menetapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan
yang berkaitan dengan pengelolaan sistem pendidikan profesi bidang kedokteran.
c. Mengkoordinasikan kegiatan kolegium kedokteran.
d. Mewakili IDI dalam pendidikan profesi bidang kedokteran.
e. Menetapkan program studi pendidikan profesi bidang kedokteran beserta
kurikulumnya.
f. Menetapkan kebijakan dan pengendalian ujian nasional pendidikan profesi
kedokteran.
g. Menetapkan kebijakan akreditasi pusat pendidikan dan rumah sakit pendidikan.
3. Tatacara Pengelolaan
a. MKKI terdiri dari para ketua kolegium
b. Ketua MKKI dipilih dari salah satu ketua kolegium
c. Ketua MKKI dipilih dalam sidang khusus MKKI di muktamar dan dikukuhkan dalam
sidang pleno muktamar.
d. Selama masih memenuhi persyaratan, seorang anggota IDI yang juga anggota kolegium
salah satu bidang ilmu kedokteran, hanya diperbolehkan menjadi Ketua MKKI maksimal
dua kali masa kepengurusan.
e. MKKI segera menjalankan tugas-tugasnya setelah selesai muktamar.
21
f. Pelantikan kepengurusan harus dilakukan paling lambat 30 hari setelah selesai
muktamar.
g. Untuk menyelenggarakan kegiatannya pengurus MKKI mengadakan rapat harian, rapat
pleno, musyawarah kerja, dan rapat lain yang dianggap perlu dalam mengkoordinasikan
kegiatannya.
h. Struktur organisasi MKKI minimal mewadahi fungsi pengembangan standar pendidikan
dan akreditasinya, pengembangan kurikulum, pengembangan sistem evaluasi nasional.
i. MKKI dapat menyusun kompendium organisasi dari MKKI dengan persetujuan PB IDI
Pasal 31
Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian (MPPK)
1. Status
a. MPPK adalah badan otonom IDI di tingkat pusat yang bertanggung jawab kepada
sidang khusus muktamar.
b. MPPK bertanggung jawab mengkoordinasi kegiatan internal organisasi dalam
pengembangan kebijakan, pembinaan pelaksanaan dan pengawasan penerapan sistem
pelayanan keprofesian yang bermutu dan terjangkau.
c. Dalam hal pengembangan dan pelaksanaan kebijakan yang bersifat nasional dan
strategis, MPPK wajib mendapat persetujuan dalam forum Musyawarah Pimpinan
Pusat.
d. MPPK dibentuk pada tingkat pusat dan wilayah.
e. MPPK di tingkat wilayah dibentuk apabila memungkinkan.
f. Anggota-anggota Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian terdiri dari :
1) Perhimpunan Dokter Pelayanan Kedokteran tingkat Pertama (PDPP).
2) Perhimpunan Dokter Pelayanan tingkat Rujukan/Perhimpunan Dokter Spesialis
(PDSp).
3) Perhimpunan Dokter Seminat (PDSm).
4) Perhimpunan dalam Badan Kajian
g. Masa jabatan MPPK sama dengan PB IDI.
h. Personalia Kepengurusan MPPK berasal perwakilan yang terdiri dari ketua-ketua
perhimpunan.
i. Personalia kepengurusan MPPK disesuaikan dengan kebutuhan organisasi.
2. Tugas dan wewenang
a. Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta semua
keputusan yang ditetapkan muktamar.
b. Mempunyai kewenangan dalam pengembangan kebijakan, pembinaan pelaksanaan
dan pengawasan pelayanan keprofesian yang bermutu.
c. Mengkoordinasikan kegiatan anggota-anggota majelis.
d. Mewakili IDI dalam bidang bidang pengembangan pelayanan keprofesian yang
bermutu.
e. Menetapkan kebijakan dan pengendalian sistem evaluasi pelayanan profesi
kedokteran.
22
3. Tata cara pengelolaan
a. Ketua MPPK adalah anggota IDI yang juga anggota unsur MPPK, yang mampu untuk
mengkoordinasikan berbagai stakeholder di bidang pelayanan kedokteran.
b. Ketua MPPK dipilih dalam sidang khusus muktamar oleh peserta utusan sidang khusus
muktamar.
c. Dalam sidang khusus muktamar, calon yang terpilih dengan suara terbanyak menjadi
ketua dan calon dengan suara yang lebih sedikit menjadi wakil ketua.
d. Anggota IDI yang juga anggota unsur MPPK hanya diperbolehkan menjadi Ketua
MPPK maksimal dua kali masa kepengurusan.
e. Serah terima kepengurusan harus dilakukan paling lambat 30 hari setelah selesai
muktamar.
f. Untuk menyelenggarakan kegiatannya pengurus mengadakan rapat harian, rapat pleno,
musyawarah kerja, dan rapat lain yang dianggap perlu.
g. Dalam mengkoordinasi kegiatannya:
1) Struktur organisasi MPPK minimal mewadahi fungsi pengembangan pelayanan,
pengembangan keilmuan, pengembangan keprofesian dan pengembangan
penelitian.
2) MPPK dapat menyusun kompendium organisasi dari MPPK dengan
persetujuan PB IDI.
Bagian XIV
Pengurus Wilayah
Pasal 32
Status
1. Pengurus wilayah adalah instansi kepemimpinan tertinggi dalam satu wilayah dan
bertanggungjawab untuk dan atas nama organisasi.
2. Pengurus wilayah melakukan koordinasi kegiatan organisasi IDI dengan perwakilan
Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Wilayah
dan Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian Wilayah.
3. Pengurus wilayah dipilih dalam musyawarah wilayah.
4. Masa jabatan pengurus wilayah adalah tiga tahun.
5. Pengurus wilayah adalah kesatuan organisasi yang dibentuk di provinsi yang
mempunyai lebih dari satu cabang atas usul cabang-cabang bersangkutan serta
disetujui oleh pengurus besar.
6. Seorang anggota IDI hanya diperbolehkan dipilih menjadi ketua wilayah maksimal dua
kali masa kepengurusan.
Pasal 33
Personalia Pengurus Wilayah
1. Personalia pengurus wilayah sekurang-kurangnya terdiri dari ketua wilayah, sekretaris,
bendahara, ketua MKEK wilayah, ketua MPPK wilayah dan dapat dibantu oleh perwakilan
MKKI.
23
2. Yang dapat menjadi pengurus wilayah adalah anggota biasa yang mempunyai minat,
perhatian dan komitmen serta loyalitas pada IDI.
3. Apabila ketua wilayah tidak dapat menjalankan tugas dan atau non aktif maka dapat
diangkat pejabat ketua wilayah melalui sidang pleno wilayah dan selanjutnya ditetapkan dan
disahkan menjadi pejabat ketua wilayah oleh pengurus besar.
4. Undangan untuk melaksanakan sidang pleno wilayah sebagaimana dimaksud pada poin
3. di atas dibuat oleh salah satu wakil ketua bersama-sama dengan sekretaris atau
salah salah satu wakil sekretaris.
Pasal 34
Tugas dan Wewenang
1. Melaksanakan tugas-tugas operasional organisasi yang didesentralisasikan dan didekonsentrasikan
oleh pengurus besar, baik yang menyangkut masalah organisasi
profesi, etika profesi, pendidikan profesi dan pelayanan profesi.
2. Atas nama pengurus besar melantik pengurus cabang.
3. Mewakili pengurus besar bila diperlukan dan atas permintaan pengurus besar.
4. Melaksanakan program kerja yang diputuskan pada musyawarah wilayah dan program
kerja yang merupakan penjabaran program kerja IDI yang diputuskan Muktamar IDI.
Pasal 35
Tata Cara Pengelolaan
1. Ketua wilayah dipilih oleh pengurus cabang melalui musyawarah wilayah dan disahkan
oleh pengurus besar.
2. Ketua wilayah yang baru harus dapat menyusun kepengurusannya paling lambat tiga
puluh hari setelah pelaksanaan musyawarah wilayah. Setelah disahkan oleh PB IDI
segera mengadakan serah terima jabatan. dan segera mengadakan serah terima
jabatan dengan pengurus wilayah demisioner
3. Pengurus wilayah yang baru dapat menjalankan tugasnya setelah disahkan oleh PB IDI
4. Pengurus wilayah berkedudukan di ibukota provinsi.
5. Untuk menyelenggarakan kegiatan, pengurus wilayah melaksanakan rapat pleno yang
dihadiri oleh pengurus cabang dan diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam enam
bulan.
Bagian XV
Pengurus Cabang
Pasal 36
Status
1. Cabang merupakan kesatuan organisasi yang dibentuk di kabupaten/kota yang
mempunyai sekurang-kurangnya lima belas anggota biasa.
24
2. Dalam satu kabupaten/kota hanya boleh ada satu cabang.
3. Bila dianggap perlu cabang dapat membentuk perangkat-perangkat organisasi secara
internal.
4. Perangkat organisasi sebagaimana yang dimaksud pada poin 3, dapat dibentuk
Komisariat/Koordinator oleh Ketua IDI Cabang yang anggotanya berjumlah lebih dari
150 orang untuk memudahkan konsolidasi organisasi.
5. Masa jabatan pengurus cabang adalah tiga tahun.
6. Periode kepengurusan ketua cabang hanya dipilih maksimal dua kali masa
kepengurusan.
7. Dalam kepengurusan cabang dapat dibentuk dewan penasehat cabang dengan fungsi
memberi saran kepada pengurus cabang diminta maupun tidak diminta. dewan
penasehat cabang terdiri dari para mantan ketua IDI dan para tokoh senior IDI.
Pasal 37
Personalia Pengurus Cabang
1. Personalia pengurus cabang sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris dan
bendahara.
2. Yang dapat menjadi pengurus cabang adalah anggota biasa.
3. Apabila ketua cabang berhalangan atau non aktif, maka dapat diangkat pejabat ketua
cabang melalui sidang pleno cabang dan selanjutnya diusulkan oleh pengurus wilayah
untuk mendapatkan pengesahan dari pengurus besar.
4. Undangan untuk melaksanakan sidang pleno cabang sebagaimana dimaksud pada poin
3. di atas dibuat oleh salah satu pengurus bersama-sama dengan sekretaris atau
bendahara.
Pasal 38
Tugas dan Wewenang
1. Melaksanakan keputusan muktamar, musyawarah wilayah dan musyawarah anggota
cabang.
2. Memberikan laporan kepada pengurus wilayah tentang hasil kerja yang dilakukan
minimal sekali dalam enam bulan .
3. Membina hubungan baik dengan semua aparat, khususnya yang berhubungan dengan
dunia kesehatan dan kedokteran.
4. Bertanggung jawab kepada musyawarah anggota cabang.
Pasal 39
Tata Cara Pengelolaan
1. Pengurus cabang dipilih oleh anggota melalui musyawarah anggota cabang dan
diusulkan oleh pengurus wilayah untuk mendapatkan pengesahan dari Pengurus Besar
dan selanjutnya dilantik oleh pengurus wilayah.
25
2. Pengurus cabang baru dapat menjalankan tugasnya setelah pelantikan dan serah terima
jabatan dengan pengurus cabang demisioner.
3. Ketua cabang yang baru harus dapat menyusun kepengurusannya paling lambat tiga
puluh hari setelah musyawarah cabang dan segera mengadakan serah terima jabatan
dengan pengurus cabang demisioner.
4. Untuk menyelenggarakan kegiatannya pengurus cabang harus mengadakan rapat-rapat
berupa rapat pleno dan rapat pengurus harian.
5. Rapat pleno diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam enam bulan dan dihadiri oleh
seluruh pengurus dan perangkat organisasi yang ada dicabang.
6. Rapat pengurus harian diadakan sekali dalam satu bulan dan dihadiri pengurus cabang
Bagian XVI
Unsur-unsur Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia
Pasal 40
Kolegium Dokter Indonesia (KDI)
1. Status
a. Kolegium Dokter Indonesia (KDI) adalah lembaga di lingkungan PB IDI yang ikut
bertanggung jawab dalam bidang pendidikan dokter layanan primer.
b. KDI dibentuk pada tingkat pusat dan mempunyai perwakilan di tingkat regional dalam
bentuk koordinator wilayah.
c. Regionalisasi perwakilan KDI dalam bentuk koordinator wilayah, disesuaikan dengan
regionalisasi perkembangan fakultas kedokteran.
d. Kepengurusan KDI ditetapkan dan dikukuhkan oleh PB IDI
e. Ketua KDI duduk sebagai anggota MKKI.
f. Masa kepengurusan KDI sesuai dengan kepengurusan MKKI dan atau periode
kepengurusan PB IDI .
2. Keanggotaan
a. Anggota KDI adalah perwakilan perhimpunan dokter pelayanan primer terkait masingmasing
2 orang, Asosiasi Institusi Pendidikan Dokter Indonesia (AIPKI) 1 orang, Ikatan
Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (IRSPI) 1 orang, dan Pengurus Besar Ikatan Dokter
Indonesia (PB IDI) 2 orang, serta 6 (enam) orang dokter praktik pelayanan primer yang
ditunjuk oleh PB IDI.
b. KDI dipimpin oleh seorang ketua, seorang wakil ketua dan seorang sekretaris yang
dipilih dari dan oleh anggota KDI dalam sidang pleno yang dilaksanakan khusus untuk
pemilihan tersebut
c. PB IDI bertanggungjawab atas pelaksanaan sidang pleno khusus tersebut.
d. Tata tertib sidang pemilihan ketua, wakil ketua dan sekretaris KDI ditetapkan dalam
sidang KDI.
e. Ketua, wakil ketua dan sekretaris KDI terpilih dan pengurus lain menyusun program
kerja KDI untuk masa kepengurusan yang bersangkutan.
f. Ketua KDI dapat diganti oleh karena :
1) Tidak aktif (atas usulan 50 % anggota pleno)
2) Meninggal dunia
3) Menyalahi ketentuan organisasi (atas usulan 50% anggota pleno)
g. Mekanisme penggantian sama dengan proses pemilihan awal.
26
3. Tugas dan Wewenang
a. KDI mempunyai tugas untuk menyusun standar nasional pendidikan profesi,
menyusun tatacara pengelolaan, pengawasan dan penyelenggaraan pendidikan
profesi bidang kedokteran, pada jenjang pendidikan sarjana kedokteran dan dokter
b. KDI mempunyai fungsi :
1) Membuat dan Menetapkan standar kompetensi dokter layanan primer.
2) Menerbitkan sertifikat kompetensi bagi dokter layanan primer yang telah memenuhi
persyaratan P2KB IDI bagi dokter yang akan resertifikasi
3) Menyelenggarakan internsip bagi dokter baru lulus
4) Menerbitkan sertifikat kompetensi internsip bagi dokter yang baru lulus dan
menerbitkan sertifikat kompetensi bagi yang telah menyelesaikan internsip
5) Menyusun kurikulum pendidikan profesi dokter.
6) Mengusulkan penyempurnaan kurikulum pendidikan dokter tahap akademik kepada
AIPKI dan Departemen Pendidikan Nasional.
7) Merencanakan dan melaksanakan sistem evaluasi lulusan pendidikan profesi dokter
yang bersifat nasional.
8) Merencanakan jumlah peserta didik dokter sesuai dengan kebutuhan nasional,
regional dan internasional.
9) Menyelenggarakan kerjasama dengan berbagai instansi lain baik pemerintah
maupun swasta sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan IDI.
4. Tata Cara Pengelolaan
a. Susunan organisasi KDI terdiri pengurus harian dan pengurus pleno.
b. Pengurus harian terdiri dari ketua merangkap anggota, wakil ketua merangkap anggota,
sekretaris merangkap anggota dan beberapa anggota.
c. KDI mempunyai tiga komisi yaitu komisi kurikulum, komisi ujian nasional dan komisi
akreditasi.
d. KDI dapat membentuk komisi lain atau sub komisi sesuai dengan kebutuhan.
e. KDI dapat mengangkat anggota ad hoc dari luar anggota KDI
f. KDI menyelenggarakan sidang komisi dan sidang pleno
g. Sidang dinyatakan sah bila dihadiri oleh lebih separuh jumlah anggota
h. Keputusan KDI bersifat kolektif berdasarkan keputusan rapat pleno
i. Sidang pemilihan pengurus diselenggarakan setiap tiga tahun dan mempunyai
wewenang untuk :
1) Memilih Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris pengurus KDI
2) Menetapkan garis-garis besar program kerja KDI
3) Menetapkan dan mensyahkan keputusan-keputusan KDI
j. Ketua KDI bertanggung jawab kepada Muktamar Dokter Indonesia melalui PB IDI dan
MKKI
k. KDI menyampaikan laporan kegiatannya secara berkala kepada PB IDI dan MKKI
27
Pasal 41
Kolegium Ilmu Kedokteran Spesialistik (KDSp)
1. Status
a. Kolegium ilmu kedokteran spesialistik adalah lembaga di lingkungan perhimpunan
dokter spesialis yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan dokter spesialis
tertentu.
b. Kolegium ilmu kedokteran spesialistik dibentuk pada tingkat pusat.
c. Ketua kolegium ilmu kedokteran spesialistik duduk sebagai anggota MKKI.
d. Masa kepengurusan kolegium ilmu kedokteran spesialistik disesuaikan dengan periode
kepengurusan MKKI dan atau periode kepengurusan perhimpunan spesialis terkait.
2. Keanggotaan :
a. Anggota kolegium ilmu kedokteran spesialistik adalah anggota IDI dan juga anggota
perhimpunan dokter spesialis yang bersangkutan, yang mampu dan berdedikasi dalam
pendidikan dokter spesialis.
b. Anggota kolegium ilmu kedokteran spesialistik terdiri dari para guru besar di bidang ilmu
kedokteran yang berkaitan dengan pendidikannya, para ketua program studi dan
sekretaris program studi, para kepala bagian penyelenggara pendidikan dokter spesialis,
dan para pakar yang ditetapkan oleh perhimpunan dokter spesialis yang bersangkutan.
c. Anggota kolegium ilmu kedokteran spesialistik harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
1) Pakar atau berpengalaman dalam pendidikan dokter spesialis.
2) Sehat jasmani dan rohani.
3) Tidak pernah dihukum karena terlibat pelanggaran hukum atau etik kedokteran.
4) Bersedia menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk kepentingan kolegium ilmu
kedokteran spesialistik.
3. Tugas dan Wewenang :
a. Kolegium Ilmu Kedokteran Spesialistik mempunyai tugas untuk menyusun standar
nasional pendidikan profesi, menyusun tata cara pengelolaan, penyelenggaraan, dan
pengawasan pendidikan profesi bidang kedokteran spesialis pada jenjang pendidikan
ilmu kedokteran spesialistik.
b. Kolegium ilmu kedokteran spesialistik mempunyai wewenang :
1) Membuat dan menetapkan standar kompetensi dokter spesialis.
2) Menyusun kurikulum pendidikan profesi dokter spesialis..
3) Menerbitkan sertifikat kompetensi bagi dokter spesialis yang telah memenuhi
persyaratan P2KB IDI bagi dokter yang akan resertifikasi
4) Menyelenggarakan uji kompetensi bagi dokter yang akan lulus sebagai dokter
spesialis
5) Memberi masukan berupa usulan perubahan atau penyempurnaan kurikulum ilmu
pendidikan kedokteran spesialistik pada tahap akademik kepada departemen yang
mengurusi pendidikan nasional.
6) Merencanakan dan melaksanakan evaluasi lulusan yang bersifat nasional.
7) Merencanakan jumlah peserta didik calon dokter spesialis sesuai dengan kebutuhan
nasional, regional, dan internasional.
8) Melaksanakan akreditasi lembaga pendidikan profesi dokter spesialis.
9) Menyelenggarakan kerjasama dengan berbagai instansi lain baik pemerintah
maupun swasta didalam dan luar negeri.
28
c.Dalam menjalankan tugasnya tidak boleh bertentangan dengan AD/ART dan Ketentuan
IDI
4. Tata Cara Pengelolaan :
a. Kolegium ilmu kedokteran spesialistik mempunyai tiga komisi, yaitu komisi kurikulum,
komisi ujian nasional, dan komisi akreditasi.
b. Kolegium ilmu kedokteran spesialistik dapat membentuk komisi lain atau sub komisi
sesuai kebutuhan.
c. Kolegium ilmu kedokteran spesialistik dapat mengangkat anggota adhoc dari luar
anggota kolegium ilmu kedokteran spesialistik.
d. Kolegium ilmu kedokteran spesialistik menyelenggarakan rapat pleno dan rapat
pengurus harian. Rapat dinyatakan sah bila dihadiri lebih dari separuh jumlah anggota.
e. Ketua kolegium ilmu kedokteran spesialistik dipilih dan ditetapkan oleh
muktamar/kongres perhimpunan dokter spesialistik yang bersangkutan.
f. Ketua kolegium ilmu kedokteran spesialistik bertanggung jawab kepada
muktamar/kongres perhimpunannya dalam pengelolaan sistem pendidikan di bidangnya.
g. Personalia pengurus kolegium ilmu kedokteran spesialistik dikukuhkan bersamaan
dengan pengukuhan perhimpunannya.
h. Ketua kolegium ilmu kedokteran spesialistik maksimal menjabat dua kali masa
kepengurusan secara berturut-turut.
i. Kolegium ilmu kedokteran spesialistik menyampaikan laporan kegiatannya kepada MKKI
sebagai laporan MKKI kepada Muktamar Ikatan Dokter Indonesia.
Bagian XVIII
Unsur-unsur Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian (MPPK)
Pasal 42
1. Unsur-Unsur MPPK :
Unsur-unsur MPPK terdiri dari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, poin 1. f.
2. Status Umum
a. Pengurus perhimpunan ini ada pada tingkat pusat, dan cabang, sesuai dengan
ketentuan dan perkembangan organisasi masing-masing.
b. Ketua perhimpunan tingkat pusat duduk sebagai anggota pleno Pengurus Majelis
Pengembangan Pelayanan Keprofesian.
c. AD dan ART masing-masing perhimpunan ini disusun berlandaskan AD dan ART IDI.
d. Ketua pengurus cabang perhimpunan duduk dalam kepengurusan IDI wilayah secara
ex-officio
e. Dalam menjalankan tugasnya tidak boleh bertentangan dengan AD/ART dan Ketentuan
IDI
3. Tata Cara Pengelolaan Umum :
a. Ketua pengurus pusat masing-masing perhimpunan ditetapkan oleh
muktamar/musyawarah nasional/ kongres perhimpunan yang bersangkutan.
29
b. Susunan pengurus masing-masing perhimpunan dan personalianya
dikukuhkan/disahkan oleh Pengurus Besar IDI.
c. Pengukuhan perhimpunan baru ditetapkan muktamar.
d. Permohonan pengukuhan tersebut diajukan oleh pengurus pusat masing-masing
perhimpunan kepada pengurus besar IDI sebelum muktamar.
e. Masa jabatan pengurus perhimpunan adalah tiga tahun.
Pasal 43
Perhimpunan Dokter Pelayanan Kedokteran tingkat Pertama
1. Status Khusus
Perhimpunan Dokter Pelayanan Kedokteran tingkat Pertama (PDPP) adalah unsur Majelis
Pengembangan Pelayanan Keprofesian, yang terdiri dari anggota-anggota IDI yang memiliki
kompetensi profesi di bidang pelayanan kedokteran tingkat pertama.
2. Tugas dan wewenang
a. Perhimpunan dokter pelayanan tingkat pertama bertugas untuk melaksanakan upayaupaya
penjaminan mutu, keamanan dan efektifitas pelayanan yang diberikan
anggotanya pada masyarakat.
b. Masing-masing PDPP melakukan kegiatan keprofesian dan keilmuan yang berkaitan
dengan pelayanan kedokteran tingkat pertama.
c. Memberikan usul dan saran, baik diminta ataupun tidak diminta, kepada Majelis
Pengembangan Pelayanan Keprofesian, atas hal-hal yang berhubungan dengan
pelaksanaan kegiatan keprofesian dan keilmuan yang berkaitan dengan pelayanan
kedokteran tingkat pertama.
3. Tata Cara Pengelolaan Khusus
a. Dalam menjalankan tugasnya tidak boleh bertentangan dengan AD/ART dan
Ketentuan IDI
b. PDPP wajib memberikan kontribusi keuangan bagi kepentingan organisasi Ikatan
Dokter Indonesia di setiap level kepengurusannya
Pasal 44
Perhimpunan Dokter Pelayanan tingkat Rujukan/Perhimpunan Dokter Spesialis
1. Status Khusus
a. Perhimpunan dokter spesialis (PDSp) adalah unsur dalam Majelis Pengembangan
Pelayanan Keprofesian, yang terdiri dari anggota-anggota IDI yang memiliki profesi yang
sama dalam bidang/disiplin spesialisasi kedokteran tertentu.
b. Kolegium dari perhimpunan ini duduk dalam MKKI.
2. Tugas dan wewenang
a. Perhimpunan dokter spesialis bertugas untuk melaksanakan upaya-upaya
penjaminan mutu, keamanan dan efektifitas pelayanan yang diberikan anggotanya
pada masyarakat.
30
b. Masing-masing PDSp melakukan kegiatan keprofesian dan fungsi ilmiah IDI sesuai
dengan bidang keahlian masing-masing.
c. PDSp dapat memberikan usul dan saran diminta atau tidak diminta kepada Majelis
Pengembangan Pelayanan Keprofesian dalam hal-hal yang berhubungan dengan
pelaksanaan kegiatan keprofesian dan fungsi ilmiah IDI.
d. Pembentukan PDSp yang bersifat monodisiplin dilakukan oleh satu tim yang para
anggotanya berasal dari unsur-unsur cabang ilmu kedokteran induknya, sedangkan
pembentukan PDSp yang bersifat multidisiplin dilakukan oleh satu tim yang para
anggotanya berasal dari unsur-unsur cabang ilmu kedokteran induknya.
3. Tata Cara Pengelolaan Khusus
a. Dalam menjalankan tugasnya tidak boleh bertentangan dengan AD/ART dan Ketentuan IDI
b. PDSp wajib memberikan kontribusi keuangan bagi kepentingan organisasi Ikatan Dokter
Indonesia di setiap level kepengurusannya.
Pasal 45
Perhimpunan Dokter Seminat
1. Status Khusus
a. Dokter-dokter yang yang mempunyai minat yang sama dalam lapangan ilmu kedokteran
maupun bidang ilmu-non-kedokteran yang menunjang pengembangan keilmuan dan
profesi kedokteran, bergabung dalam wadah Perhimpunan Dokter Keseminatan bidang
Keilmuan (PDSm).
b. Ketua pengelola pendidikan dalam perhimpunan keseminatan ini duduk dalam MKKI
dengan hak bicara tanpa hak suara, untuk dapat saling berbagi ide dan informasi
dengan anggota MKKI lainnya, mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keilmuankeseminatannya.
2. Tugas dan wewenang
a. Perhimpunan dokter seminat (PDSm) bertugas untuk melakukan upaya
pengembangan peningkatan mutu pelayanan, mutu pendidikan dan mutu keilmuan
kedokteran Indonesia, melalui kompetensinya dalam mengintegrasikan berbagai minat
keilmuan.
b. Masing-masing PDSm melakukan kegiatan keprofesian dan keilmuan yang berkaitan
dengan tugasnya.
c. Memberikan usul dan saran, baik diminta ataupun tidak diminta, kepada Majelis
Pengembangan Pelayanan Keprofesian, atas hal-hal yang berhubungan dengan
pelaksanaan kegiatan keilmuan.
3. Tata Cara Pengelolaan Khusus
a. PDSm tidak dapat memberi sertifikasi/kompetensi tertentu untuk menjalankan praktik
kedokteran bagi anggotanya
b. Dalam menjalankan tugasnya tidak boleh bertentangan dengan AD/ART dan Ketentuan
IDI
c. PDSm wajib memberikan kontribusi keuangan bagi kepentingan organisasi Ikatan
Dokter Indonesia di setiap level kepengurusannya.
31
4. Tata Cara pembentukan, pengesahan dan pembubaran PDSm diatur tersendiri dalam
peraturan PB IDI
Pasal 46
Perhimpunan Dalam Badan Kajian
1. Status
a. Badan kajian adalah lembaga dibawah PB IDI, MKEK yang dikoordinir oleh MPPK
dan didalamnya terdapat unsur MPPK serta perhimpunan terkait. Badan kajian
mengkaji bidang keilmuan yang berkembang di masyarakat dan perlu diwadahi tetapi
dirasa masih perlu dikaji sebelum menjadi suatu perhimpunan seminat dibawah IDI.
b. Badan kajian dapat pula mengkaji calon-calon perhimpunan yang mempunyai
kesamaan/kemiripan visi dan aktifitas, namun ketika disarankan untuk bergabung belum
mencapai kesepakatan.
c. Hak dan kewajiban perhimpunan dalam badan kajian sama dengan seminat
d. Tidak dapat memberikan sertifikat atau keahlian
e. Setelah 2 tahun akan dievaluasi oleh PB IDI, MKKI, MKEK dan MPPK mengenai
kelanjutan statusnya, akan dibubarkan atau akan diusulkan menjadi PDSm
2. Tata Cara Pengelolaan Khusus:
Perhimpunan dalam Badan Kajian wajib memberikan kontribusi keuangan bagi kepentingan
organisasi Ikatan Dokter Indonesia di setiap level kepengurusannya.
3. Tata Cara, pengesahan dan pembubaran perhimpunan dalam badan kajian diatur tersendiri
dalam peraturan /SK PB IDI
Bagian XIX
Pasal 47
Badan Kelengkapan PB IDI
1. Status umum
a. Badan kelengkapan adalah anggota Pengurus Besar IDI.
b. Ketua badan kelengkapan adalah anggota Pleno Pengurus Besar IDI.
c. Badan kelengkapan terdiri atas Biro Hukum dan Pembinaan/Pembelaan Anggota
(BHP2A) dan Badan Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan
(BPPKB).
2. Tugas dan wewenang
Tugas dan wewenang badan kelengkapan diatur dalam Kompendium Organisasi IDI
32
Pasal 48
Biro Hukum dan Pembinaan/Pembelaan Anggota (BHP2A)
1. Status
BHP2A dibentuk ditingkat pusat, wilayah dan bila diperlukan dapat dibentuk di tingkat
cabang.
2. Tugas dan wewenang
a. Melakukan pembinaan dan pengawasan praktik dokter dalam kesadaran hukum
kesehatan/kedokteran.
b. Membela anggota dalam menjalankan profesinya baik yang menyangkut masalah
etik, hukum, administrasi, atau organisasi, baik diminta atau tidak diminta.
c. Dalam menjalankan tugasnya, perlu mendengarkan pendapat dan saran dari badan
kelengkapan organisasi yang sehubungan dan pihak pihak yang dianggap perlu.
3. Tata cara pengelolaan
a. Personalia Pengurus BHP2A ditetapkan oleh pengurus besar.
b. Yang dapat dipilih sebagai anggota BHP2A adalah anggota biasa.
c. BHP2A dapat mengikutsertakan profesi lain yang dipandang perlu dalam
kepengurusannya.
d. Pengurus BHP2A sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota.
e. BHP2A segera menjalankan tugas-tugasnya setelah selesai muktamar.
f. Masa jabatan BHP2A sama dengan kepengurusan PB IDI.
g. BHP2A dapat mengadakan pertemuan dengan pihak-pihak lain yang dianggap perlu.
Pasal 49
Badan Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (BP2KB)
1. Status
a. Ketua BP2KB adalah anggota pleno PB IDI
b. BP2KB dapat dibentuk pada tingkat wilayah
c. Untuk cabang hanya tim P2KB yang bertugas untuk verifikasi resertifikasi.
2. Tugas dan wewenang
a. Membantu pengurus besar IDI dalam pelaksanaan kebijakan P2KB..
b. Memfasilitasi dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan pendidikan keprofesian
berkelanjutan dari perhimpunan-perhimpunan yang berada dalam koordinasi MPPK.
c. Dalam menjalankan tugasnya, BPPKB perlu mendengarkan pendapat dan saran dari
badan kelengkapan organisasi lain yang setujuan dan dari pihak pihak lain yang
dianggap perlu.
d. Memberikan pertimbangan kepada PB IDI dalam akreditasi seminar, pelatihan,
workshop, simposium dan penyelenggaranya .
33
3. Tata cara pengelolaan
a. Personalia pengurus BP2KB ditetapkan oleh pengurus besar.
b. Yang dapat dipilih sebagai anggota BP2KB adalah anggota biasa.
c. BP2KB dapat mengikutsertakan profesi lain yang dipandang perlu dalam
kepengurusannya.
d. Pengurus BP2KB sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota.
e. BP2KB segera menjalankan tugas-tugasnya setelah selesai muktamar.
f. Masa jabatan BP2KB sama dengan kepengurusan PB IDI.
g. BP2KB dapat mengadakan pertemuan dengan pihak-pihak lain yang dianggap perlu.
h. BP2KB bertugas untuk memberikan rekomendasi/pertimbangan penilaian satuan
kredit profesi (SKP) kepada pengurus besar IDI
i. Pengurus Besar mengesahkan/menerbitkan SKP untuk kegiatan yang berskala
nasional dan internasional berdasarkan rekomendasi/pertimbangan dari P2KB.
Untuk kegiatan yang berskala cabang dan wilayah SKP disahkan/diterbitkan oleh IDI
wilayah.
j. IDI wilayah dapat membentuk BP2KB dengan terlebih dahulu melaporkannya kepada
BP2KB pengurus besar.
4. Ketentuan lebih lanjut tentang aturan P2KB diatur dalam sk/peraturan PB IDI
Pasal 50
Badan Khusus
1. Status
a. Badan khusus adalah badan yang dibentuk secara khusus oleh pengurus besar
untuk menjalankan amanat muktamar dan bertanggung jawab kepada pengurus
besar.
b. Selain badan khusus tersebut, terdapat pula lembaga usaha dan lembaga jenis lain
dibawah naungan badan khusus, dalam menjalankan amanat muktamar.
c. Lembaga yang termasuk badan khusus antara lain: Yayasan Penerbitan, Yayasan
Kesejahteraan Keluarga, Yayasan Gedung-Gedung, Yayasan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat dan Primer Koperasi IDI (Primkop IDI).
2. Tugas dan wewenang
Tugas dan wewenang badan khusus diatur dalam Kompendium Organisasi atau
SK IDI.
3. Personalia Badan Khusus
Personalia pengurus badan khusus diatur oleh ketentuan tersendiri dengan SK PB IDI
4. Tata cara pengelolaan
Tata cara pengelolaan badan-badan khusus diatur dalam Kompendium Organisasi/SK
IDI.
34
BAB III
ADMINISTRASI DAN KEUANGAN
Pasal 51
1. Administrasi
a. IDI menjalankan sistem administrasi dan penyelenggaraan kegiatan operasional
organisasi yang bersifat desentralisasi.
b. Kegiatan-kegiatan operasional yang didesentralisasikan oleh pengurus besar IDI
pada pengurus Wilayah IDI, ditetapkan bersama oleh PB IDI dan PW IDI yang
bersangkutan.
c. Kegiatan-kegiatan yang dapat didesentralisasikan antara lain adalah kegiatan dalam
rangka pencatatan dan pelaporan keanggotaan.
2. Keuangan
a. IDI menjalankan sistem keuangan yang desentralisasi.
b. Kegiatan-kegiatan yang dapat didesentralisasikan antara lain adalah kegiatan dalam
rangka penarikan iuran anggota.
c. Besarnya uang pangkal dan iuran ditetapkan oleh muktamar.
d. Pengurus cabang diwajibkan menyerahkan 10% kepada pengurus besar dan 15%
kepada pengurus wilayah dari uang iuran yang diterimanya.
e. Untuk kepentingan masing-masing cabang, pengurus cabang dapat menetapkan
uang iuran tambahan jika disetujui oleh musyawarah cabang dan mendapat
persetujuan dari PB IDI.
3. Kepemilikan barang, tanah, rumah atas nama badan hukum IDI, untuk IDI cabang dan
idi wilayah didesentralisasikan oleh PB IDI kepada idi wilayah/cabang
BAB IV
ATRIBUT, LAMBANG DAN LOGO
Pasal 52
1. Atribut berupa lambang, kartu anggota dan simbol-simbol IDI lain mencantumkan dua
lingkaran berwarna merah diatas dasar putih, ditengah terdapat tulisan IDI, sebuah
tongkat dengan ular melingkar yang kepalanya menghadap ke kiri jika dilihat dari sisi
pengamat. Tulisan IDI, tongkat dan ular berwarna hitam.
2. Ukuran atribut, lambang, kartu anggota dan simbol-simbol organisasi lain serta cara
penggunaannya diatur dalam ketentuan tersendiri.
3. Semua atribut dan simbol-simbol organisasi yang dipakai dalam kegiatan kepanitiaan
maupun aktivitas lain harus mencerminkan identitas IDI.
4. Ketentuan mengenai logo IDI diatur tersendiri.
5. Ketentuan mengenai seragam diatur tersendiri.
6. Ketentuan mengenai bendera diatur tersendiri.
35
BAB V
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN
ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 53
1. Perubahan AD dan ART IDI hanya dilakukan oleh muktamar.
2. Rencana perubahan tersebut diajukan oleh pengurus besar
3. Rencana perubahan telah disampaikan kepada pengurus besar selambat-lambatnya tiga
bulan sebelum muktamar dan tembusannya disampaikan kepada semua badan
kelengkapan organisasi.
BAB VI
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 54
1. Pembubaran IDI hanya dapat dilakukan oleh muktamar yang dilaksanakan khusus untuk
itu.
2. Keputusan pembubaran IDI harus disetujui sekurang-kurangnya setengah suara yang
ada di muktamar.
3. Sesudah pembubaran, maka segala hak milik IDI diserahkan kepada badan-badan
sosial atau perkumpulan yang ditetapkan oleh muktamar.
4. Tata cara pelaksanaan muktamar khusus akan diatur dalam Kompendium Organisasi
IDI.
BAB VII
ATURAN TAMBAHAN
Pasal 55
1. Setiap anggota IDI dianggap telah mengetahui anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga IDI.
2. Perselisihan dalam penafsiran anggaran dasar dan anggaran rumah tangga diputuskan
oleh pengurus besar.
3. Hal-hal yang belum diatur dalam anggaran rumah tangga ini dimuat dalam peraturan PB
IDI tersendiri sepanjang tidak bertentangan dengan AD dan ART IDI.
Pasal 56
Instansi dan lembaga yang menggunakan nama dan atribut IDI ditetapkan oleh Pengurus
Besar IDI.
36
Pasal 57
Anggota IDI harus mentaati AD dan ART ini dan bagi yang melanggarnya akan dikenakan
sanksi yang diatur dalam Kompendium Organisasi IDI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar