Selasa, 06 September 2011

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,


PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005
TENTANG
PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang
bahwa sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, perlu mengatur penyelenggaraan praktik Dokter dan Dokter Gigi dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
Mengingat
  1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495);
  2. Undang-Undang. Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431:);
  3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor .125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor I Tahun 1988 tentang Masa Bakti dan Praktik Dokter dan Dokter Gigi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3366);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor I, Tambahan Lembaran Negara. Republik Indonesia Nomor 3637);
  6. Peraturan Pemerlntah Nomor 5 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
  7. Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,  Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tatakerja Kementerian Negara Republik Indonesia
  8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.

M E M U T U S K A N :
Menetapkan
PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI.

 

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
  1. Praktik Kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan;
  2. Dokter dan Dokter Gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dokter gigi speslalis Iulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
  3. Surat Izin Praktik selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis yang diberikan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kedokteran.
  4. Surat Izin Praktik Sementara adalah bukti tertulis yang diberikan kepada dokter dan dokter gigi yang menunda masa bakti atau dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang menunggu penempatan dan menjalankan praktik kedokteran di Rumah Sakit Pendidikan dan Jejaringnya.
  5. Surat Izin Praktik Khusus adalah bukti tertulis yang diberikan kepada dokter dan. dokter gigi secara kolektif bagi peserta PPOS dan PPDGS yang menjalankan praktik kedokteran di Rumah Sakit pendidikan dan Jejaringnya serta sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk.
  6. Surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter dan dokter gigi yang telah diregistrasi;
  7. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya kesehatan yang digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi.
  8. Standar Profesi adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang Individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi;
  9. Organisasi Profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi.
  10. Konsil Kedokteran Indonesia adalah suatu badan otonom, mandiri, non struktural, dan bersifat independen yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.
  11. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
BAB II
IZIN PRAKTIK
Pasal 2
  1. Setiap Dokter dan dokter gigi yang akan melakukan praktik kedokteran pada sarana pelayanan kesehatan atau praktik perorangan wajib memiliki SIP.
  2. Untuk memperoleh SIP dokter dan dokter gigi yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat praktik kedokteran dilaksanakan dengan melampirkan:
    1. Foto copy surat tanda registrasli dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia yang masih berlaku yang dilegalisir,oleh pejabat yang berwenang;
    2. surat pernyataan mempunyai tempat praktik;
    3. surat rekomendasi dari Organlsasl Profesi diwilayah tempat akan praktik;
    4. Foto copy surat keputusan penempatan dalam rangka masa bakti atau surat bukti telah selesai menjalankan masa bakti atau surat keterangan menunda masa bakti yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang;
    5. Pas foto berwarna ukuran 4 X 6 sebanyak 3 (tiga) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar;
  3. Dalam pengajuan perrnohonan SIP sebagaimana dimaksud ayat (2) harus dinyatakan secara tegas permintaan SIP untuk tempat praktik Pertama, Kedua atau Ketiga.
  4. Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) seperti contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 Peraturan ini.
Pasal 3
  1. Dokter atau dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diberikan SIP untuk 1 (satu) tempat praktik.
  2. SIP sebagaimana dimaksud ayat (1) berlaku sepanjang Surat Tanda Registrasi masih berlaku dan tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP:
  3. Bentuk Format SIP Dokter atau Dokter Gigi sebagaimana contoh Formulir pada Lampiran II Peraturan ini.
Pasal 4
  1. SIP diberikan kepada dokter atau dokter gigi paling banyak untuk 3 (tiga) tempat praktik, baik pada sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta ataupun praktik perorangan.
  2. SIP 3 (tiga) tempat praktik sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berada dalam 1 (satu) Kabupaten/Kota atau Kabupaten/Kota lain baik dari Propinsi yang sama maupun Propinsi lain.
  3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam memberikan SIP harus mempertimbangkan keseimbangan antara jumlah dokter atau dokter gigi yang telah ada dengan kebutuhan pelayanan kesehatan.
Pasal 5
  1. SIP bagi dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran pada Rumah Sakit Pendidikan dan sarana pelayanan kesehatan yang menjadi jejaring Rumah Sakit Pendidikan tersebut dan juga mempunyai tugas untuk melakukan proses pendidikan berlaku juga bagi sarana pelayanan kesehatan yang menjadi Jejering Rumah Sakit Pendidikan tersebut.
  2. Pimpinan Rumah Sakit Pendidikan dan Dekan Fakultas Kedokteran wajib memberitahukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Fakultas Kedokteran tempat dimana sarana pelayanan kesehatan yang menjadi jejaring Rumah Sakit Pendidikan tersebut.
Pasal 6
  1. Dokter atau doktor gigi, yang diminta memberikan pelayanan medis oleh suatu sarana pelayanan kesehatan, bakti sosial, penanganan korban bencana, atau tugas kenegaraan, yang bersifat lnsidentil tidak memerlukan SIP
  2. Pemberian pelayanan yang bersifat insidentil sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diberitahukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Pasal 7
  1. Untuk kepentingan kedinasan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan surat tugas kepada dokter dan dokter gigi spesialis tertentu di Rumah Sakit dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan.
  2. Surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (I) berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan dan dapat diperbaharui.
Pasal 8
  1. Dokter atau dokter gigi yang sedang mengikuti program perdidikan dokter spesialis (PPDS) atau program pendidikan dokter gigi spesialis (PPDGS) diberikan SIP khusus secara kolektif oleh Kepala Dines Kesehatan Kabupaten/Kota dimana Rumah Sakit Pendidikan tersebut berada.
  2. SIP khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan kepada Pimpinan Rumah Sakit Pendidikan tempat program pendidikan dilaksanakan.
  3. SIP Khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan sesuai dengan sertifikat kompetensi peserta PPDS dan Surat Penugasan atau surat tanda registrasi khusus yang disetujui oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
  4. SIP khusus sebagairnana dimaksud ayat (2) berlaku disarana tempat program pendidikan dilaksanakan dan seluruh sarana pelayanan kesehatan yang menjadi jejaring Rumah Sakit Pendidikan dan sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk.
  5. Pimpinan sarana dimaksud ayat(4) harus memberitahukan peserta PPDS dan PPDGS yang sedang rnengikuti pendidikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dimana sarana pelayanan kesehatan yang menjadi jejaring Rumah Sakit Pendidikan.
Pasal 9
  1. Peserta pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi (Co-ast) yang sedang mengikuti pendidikan di sarana pelayanan kesehatan diberikan surat keterangan pelaksanaan studi secara kolektif oleh Ketua Program studi.
  2. Berdasarkan surat keterangan pelaksanaan studi secara kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pimpinan Rumah Sakit Pendidikan menerbitkan Surat Keterangan Melaksanakan Tugas secara kolektif yang berlaku pada Rumah Sak!t Pendidikan dan sarana pelayanan kesehatan yang menjadi jejaring Rumah Sakit Pendidikan, serta sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk.
  3. Surat Keterangan melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, pada ayat (2) disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dimana Rumah Sakit Pendidikan dan sarana pelayanan kesehatan yang menjadi jejaring Rumah Sakit Pendidikan, serta sarana pe!ayanan kesehatan yang ditunjuk
Pasal 10
  1. Dokter atau dokter gigi yang telah teregistrasi yang menu ada masa bakti dan belum diterima sebagai peserta PPDS/PPDGS dapat diberikan SIP Sementara.
  2. SIP Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 6 (enam) bulan dan dapat diperbaharui dan gugur apabila telah diterima sebagai peserta PPDS/PPDGS..
Pasal 11
  1. Dokter atau dokter gigi spesialis yang telah diregistrasi dan bekerja di Rumah Sakit Pendidikan dan jejarlngnya dalam rangke menunggu penempatan dalam rangka masa bakti dapat diberikan SIP Spesialis Sementara.
  2. SIP Spesialis Sementara sebagaimana dimasksud dalam ayat (1) hanya berlaku di Rumah Sakit tempat pelaksanaan pendidikan dan jejaringnya.
  3. SIP Spesialis Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 6 (enam) bulan dan gugur apabila telah memperoleh Surat Keputusan Penempatan.
Pasal 12
  1. Dokter atau dokter gigi warga negara asing dapat diberikan SIP sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat
  2. Selain Persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (1) juga harus :
    1. memiliki surat izin kerja dan izin tinggal sesuai ketentuan perundang­ undangan;
    2. mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia.
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIK
Pasal 13
  1. Dokter atau Dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran didasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehetan.
  2. Kesepakatan sebagaimana dlmaksud ayat (1) merupakan upaya maksimal dalam rangka penyembuhan dan pemulihan kesehatan.
Pasal 14
  1. Dokter dan dokter gigi dapat memberikan kewenangan kepada perawat atau tenaga kesehatan tertentu secara tertuIis, dalam melaksanakán tindakan kedokteran atàu kedokteran gigi.
  2. Tindakan kedokteran sebagalmana dimaksud ayat (1) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.
Pasal 15
  1. Bidan dapat melaksanakan tindakan medik terhadap ibu, bayi dan anak balita sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Kewenangan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
  1. Dokter dan dokter gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.
  2. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Pasal 17
  1. Dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi terlebih dahulu harus memberikan penjelasan kepada pasien tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan.
  2. Tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud ayat (1) harus mendapat persetujuan dari pasien.
  3. Pemberian penjelasan dan persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan,
Pasal 18
  1. Dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan tindakan kedokteran wajib menyimpan segala sesuatu yang diketahui dalam pemeriksaan pasien, interprestasi penegakan diagnose dalam melakukan pengobatan termasuk segala sesuatu yang diperoleh dan tenaga kesehatan lainnya sebagai rahasia kedokteran;
  2. Ketentuan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal  19
  1. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik di sarana kesehatan yang bersangkutan
  2. Daftar dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi dokter atau dokter gigi yang memiliki SIP pada sarana kesehatan yang bersangkutan.
  3. Pimpinan sarana kesehatan wajib menempatkan daftar dokter sebagaimana dimaksud ayat (2) pada tempat yang mudah dilihat.
Pasal 20
  1. Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki SIP dan menyelenggarakan praktik perorangan wajib memasang papan nama praktik kedokteran.
  2. Papan nama sebagaimana dimaksud ayat (1) harus memuat nama dokter atau dokter gigi dan nomor registrasi sesuai dengan SIP yang diberikan.
  3. Dalam hal dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud ayat (2) berhalangan melaksanakan praktik dapat menunjuk dokter dan dokter gigi pengganti.
  4. Dokter don dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud ayat (3) harus dokter dan dokter gigi yang memiliki SIP atau sertifikat Kompetensi peserta PPDS dan STR.
Pasal 21
  1. Dokter dan dokter gigi yang berhalangan melaksanakan praktik atau telah menunjuk dokter pengganti sebagaimana dlmaksud dalam Pasal 18 ayat (3) wajib membuat pemberitahuan,
  2. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus ditempeIkan atau ditempatkan pada tempat yang mudah terlihat.
Pasal 22
  1. Dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran harus sesuai dengan kewenangan dan kompetensi yang dimiliki serta kewenangan lainnya yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indoesia.
  2. Dokter dan dokter gigi dalam keadaan gawat dan/atau darurat berwenang melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sesuai dengan kebutuhan medis dalam rangka penyelamatan jiwa.
  3. Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) harus dilakukan sesuai dengan standar profesi.
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 23
  1. Kepala . Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota wajib melakukan pencatatan terhadap semua SIP dokter dan dokter gigi yang telah dikeluarkannya.
  2. Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampalkan secara berkala minimal 3 (tiga) bulan sekali kepada Menteri Kesehatan, Konsil Kodokteran Indonesia dan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan. Propinsi, organisasi profesi setempat.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN|
Pasal 24
  1. Menteri, Konsil Kedokteran Indonesia, Pemerintah daerah, dan organisasi profesi melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini sesuai dengan fungsi, tugas dan wewenang masing-masing.
  2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat; (1) diarahkan pada pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan yang diberikan o!eh dokter dan dokter gigi
Pasal 25
  1. Dalam rangka pembinaan, dan pengawasan. Dines Kesehatan kabupaten/ kota dapat mengmbil tindakan administratip terhadap pelanggaran peraturan ini.
  2. Sanksi administratip sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa. peringatan Iisan, tertulis sampai dengan pencabutan SIP
  3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam memberikan sanksi administratip sebagaimana dimaksud ayat (2) terlebih dahulu dapat mendengar pertimbangan organisasi profesi.
Pasal 26
Dinas Kesehatän Kabupaten/Kota dapat mencabut SIP dokter dan dokter gigi
  1. atas dasar keputusan MKDKI; .
  2. STR doktér atau dokter dicabut oleh Konsil Kedokteran Indonesia; dan
  3. melakukan tindak pidana.
Pasal 27
  1. Pencabutan SIP yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib disampaikan kepada dokter dan dokter gigi yang bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal keputusan ditetapkan.
  2. Dalam hal keputusan dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diterima, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi untuk diteruskan kepada Menteri Kesehatan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah keputusan diterima.
  3. Menteri setelah menenima keputusan sebagaimana dimaksud ayat (2) meneruskan kepada MajeIis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia paling lambat 14 (empat belas) hari.
Pasal 28
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan setiap pencabutan SIP dokter dan dokter gigi kepada Menteri Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia dan Dinas Kesehatan. Propinsi, serta tembusannya disampaikan kepada organisasi profesi setempat
 
BAB VI|
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
  1. Dokter dan dokter gigi yang telah memliki Surat Penugasan dan atau SIP berdasarkan peraturan perundang-undangan sebelum berlakunya Undang ­undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dinyatakan telah memiliki Surat Tanda Registrasi dan SIP.
  2. Dokter dan dokter gigi yang belum memiliki Surat Penugasan atau Surat Tanda Registrasi dan SIP sebelum tanggal 6 Oktober 2005, dinyatakan telah memiliki Sertifikat Kompetensi sesuai ijazah yang dimiliki.
  3. Dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2), harus menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
  4. Dokter atau dokter gigi spesialis yang bekerja di Rumah Sakit Pendidikan atau jajaringnya dalam rangka menunggu penempatan dianggap telah memiliki STR dan SIP Sementara;
  5. Pimpinan Sarana Pelayanan Kesehatan wajib melaporkan dokter dan dokter gigi spesialis sebagaimana dimaksud ayat (4) kepada Menteri c.q. Biro Kepegawaian dalam jangka waktu 1 (satu) bulan.
  6. Terhadap dokter dan dokter gigi spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam jangka waktu 6 (enam) bulan wajib menyelesaikan SIR dan SIP Sementara.
  7. Dokter atau dokter gigi yang memiiiki SIP lebih dan 3 (tiga) tempat praktik sebelum berlakunya Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, harus menetapkan 3 (tiga) tempat praktik yang dipilih paling lambat 6 (enam) bulan setelah peraturan Ini berlaku.
  8. Terhadap dokter atau dokter gigi yang SIPnya habis dalam masa periode 6 Oktober 2005 sampal dengan 29 April 2007, wajib mengajukan permohonan STR kepada Konsil Kedokteran Indonesia dengan menggunakan Surat Penugasan yang dimiliki,
  9. Terhadap dokter atau dokter gigi yang masa berlaku SIPnya habis periode 6 Oktober 2005 sampai dengan 6 April 2006 dinyatakan SIPnya masih tetap berlaku sampai dengan STR diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
  10. SIP sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib diperbaharui dengan menggunakan STR yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 30
  1. Dokter dan dokter gigi yang saat ini sedang mengikuti pendidikan, spesialis yang belum memiliki STR Khusus dan SIP Khusus secara  kolektif dinyatakan telah memiliki SIP Khusus sebagaimana dimaksud dalam Peraturan ini.
  2. Pimpinan Sarana Pendidikan dan Pimpinan Sarana Pelayanan Kesehatan dalam waktu 6 (enam) bulan wajib menyelesaikan SIP Khusus bagi dokter dan dokter gigi yang saat ini sedang mengikuti pendidikan spesialis.
Pasal 31
  1. Dokter dan dokter gigi yang saat ini disamping menjalankan praktik kedokteran pada Rumah Sakit Pendidikan, menjalankan program pendidikan dokter dan dokter gigi dan atau menjalankan praktik kedokteran pada Rumah Sakit Pendidikan dalam rangka pendidikan dokter dan dokter gigi atau menjalankan tugas kedinasan pada sarana pe!ayanan kesehatan tertentu, dinyatakan telah memiliki SIP yang berlaku bagi Rumah Sakit Pendidikan dan jejaringnya serta pada sarana pelayanan kesehatan tertentu.
  2. Pimpinan Rumah Sakit Pendidikan dan Pimpinan Fakluitas Kedokteran dalam waktu 6 (enam) bulan wajib menyelesaikan SIP sebagaImana dlmaksud pada ayat (1) dan memberltahukan kepada KepaIa Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat dimana sarana pelayanan kesehatan yang menjadi Jejaring Rumah Saklt Pendldikan tersebut.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Dengan ditetapkannya Peraturan Ini, maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 916/MENKES/PERNIII/1 997 tentang Izin Praktik Bagi Tenaga Medis, dinyatakan tidak berlaku lagi.
  
Pasal 33
Ketentuan teknis pelaksanan yang diperlukan, ditetapkan, lebih lanjut dalam Peraturan tersendiri
 
Pasal 34
Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Oktober 2005

FADILAH SUPARI, Sp.JP(K)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar